Tari Topeng Panji


Asal Usul Cerita Topeng Panji
Seperti yang sudah kita kerahui bersama , topeng tidak hanya sekedar sebuah sifat yang menakutkan atau menyimpan banyak rahasia. Namun disamping itu sobat, topeng juga disajikan lewat sebuah karya seni tarian yang selalu menyimpan cerita mistis.
Adapun tari topeng panji ini menggambarkan turunan dari kisah asrama Panji dan Dewi sekartaji yang pda umumnya berkembang di Jawa. Pada dasarnya sobat, Panji adalah sekumpulan cerita pada masa Hindu –  Budha di Jawa tengah yang berkisar asrama panji Asmorobangun dengan Dewi Seakrtaji tersebut. Nah sobat, itulah yang menjadi asal muasal dari tari topeng panji tersebut.


Tari Topeng Panji
Menggambarkan kesucian manusia yang baru lahir, kedoknya berwarna putih. Matanya liyep, pandangannya merunduk dan senyumnya dikulum. Raut wajahnya (wanda) menunjukan seorang yang alim, tuturkatanya lemah-lembut dan gerakannya halus. Dalam topeng Cirebon kedok ini ditarikan dalam karakter alusan (halus) seperti halnya tokoh Arjuna dalam cerita wayang. Tariannya menggambarkan seseorang yang berbudi luhur, penuh kesabaran dan tahan atas segala godaan. Ini tercermin dari iringannya (musik) yang bertolak belakang (kontras) dengan tariannya. Tari topeng Panji adalah tarian paradoks.
Menurut Endo Suanda, inilah tarian paling halus dengan langkah-langkah minimalis lebih banyak yang menampilkan gerak “diam yang dinamis”. Teknik gerakan jauh dari spektakuler, nyaris monoton dan “kurang menarik” bagi penonton awam. Meskipun demikian, tarian ini justru yang paling sukar ditarikan, karena diperlukan disiplin keras, penahanan diri, memakan tenaga, sangat serius, dan amat tertib sejak awal. Meskipun tarian ini merupakan tarian pertama, justru tarian ini dipelajari oleh para penarinya dalam tahap-tahap akhir, karena persyaratan tariannya yang demikian ketat. Bagian-bagian gerak tari Panji ini akan diulang dalam keempat tarian yang kemudian menyusul. Lagu yang mengiringinya disebut Kembang Sungsang, merupakan lagu terpanjang dan tersulit dimainkan. Iringan lagu ini sering tampil kontras dengan gerak tariannya. Irama cepat dan bunyi keras, disambut gerak tari yang amat minim, bahkan hampir tanpa gerak.
Makna dibalik Tari Topeng Panji.
Tarian Panji sebagai pahlawan budaya Jawa ini, memakai topeng atau kedok. Ini merupakan kesatuan dua konsep religi lama dan Hindu. Topeng Panji merupaklan symbol kehadiran roh raja atau dewa yang menjelma dalam diri raja, yang sesuai dengan mitos Panji yang selalu nyamar selama pengembaraan mencarai kekasihnya. Begitu pula dengan Candrakirana juga menyamar. “Samaran” ini adalah kedok atau topeng yang menyembunyikan identitas dirinya. Mereka kadang sudah bertemu, tetapi karena menyamar, maka keduanya tidak saling mengenal. Bahkan keduanya saling berperang (pasangan oposisi). Seperti matahari, dan bulan, siang dan malam, sulit untuk bertemu. Tetapi akhirnya matahari dan bulan ini bertemu juga, kawin dalam harmoni sempurna, yakni pada waktu terang bulan. Dalam terang bulan, dunia terang benderang seperti siang, tetapi bukan siang. Kenyataannya, terang bulan adalah perkawinan semesta purba. Dan peristiwa ini, dalam bahasa masyarakat kerajaan Majapahit, adalah peristiwa perkawinan panji dan Candrakirana.
Tarian topeng Panji adalah tarian untuk menghadirkan kekuatan-kekuatan semesta yang paradoksal. Dengan tarian ini, maka asas-asas paradoks semesta, kelaki-lakian dan keperempuanan, dihadirkan. Dewa pencipta itu sendiri dihadirkan lewat mitos dan lambang Panji. Panji adalah paradoks itu sendiri. Ia bersifat laki-laki dan bersifat perempuan, ia matahari dan ia bulan, ia siang dan malam, ia langit dan tanah, ia kasar dan halus, ia nampak dan tidak nampak, ia hidup dan kematian, ia masa lampau dan masa mendatang. Waktu dan ruang paradoks ada dalam diri Dewa ini.
Tari topeng panji
Tari topeng ini berkarakter halus. Ditampilkan pada kesempatan pertama. Menurut mereka, Panji berasal dari kata siji (satu, atau pertama), mapan sing siji (percaya kepada Yang Satu). Gerak tarinya senantiasa kecil dan lembut, minimalis dan lebih banyak diam. Kata Mutinah (dalang topeng asal Gegesik, Cirebon), menarikan topeng Panji itu kaya wong urip tapi mati, mati tapi urip. Ungkapan tersebut adalah untuk menjelaskan, bahwa topeng Panji itu memang tidak banyak gerak, seperti orang yang mati tapi hidup, hidup tapi mati.
Koreografinya lebih banyak diam, dan inilah sebagai salah satu hal yang menyebabkan tari ini kurang disukai oleh penonton, terutama penonton awam. Tari ini diiringi oleh beberapa lagu yang terangkai menjadi satu struktur musik yang panjang dan sulit. Lagu pokoknya disebut Kembang Sungsang yang dilanjutkan dengan lagu lontang gede, oet-oetan, dan pamindo deder.
Bagi kebanyakan dalang topeng Cirebon, topeng Panji menggambarkan manusia yang baru lahir. Gerakan tarinya senantiasa kecil, lembut, dan halus, minimalis, dan lebih banyak diam. Tarian ini digambarkan pula sebagai nafsu mutmainah, nafsu yang bersifat membimbing dan menyucikan serta menuntun salik.
Jika melihat teksnya, tari topeng Panji mengandung unsur kontras atau paradoks, karena antara gerak dan musiknya berlawanan. Geraknya halus atau lembut, tetapi musiknya keras. Kekontrasan itu digambarkan sebagai seorang yang sudah mampu mengendalikan hawa nafsu dan tidak mudah tergoda oleh segala yang bersifat keduniawian. Ia adalah gambaran manusia marifat, manusia insan kamil, yang tindak-tanduknya tidak akan goyah sedikit pun ketika menghadapi berbagai macam cobaan. Dia tetap tenang dan tawakal. Manusia marifat selalu sadar, bahwa usik-malik serta nafasnya semua tergantung Allah. Pasrah dan ikhlas adalah ciri kehidupan orang tingkat marifat. Sedangkan unsur paradoks sebagai gambaran Dewa Syiwa yang di dalam agama Hindu diyakini sebagai dewa pencipta dan sekaligus juga pemusnah.
Pada zaman kerajaan Majapahit, tari topeng Panji adalah tarian untuk menghadirkan kekuatan-kekuatan semesta yang paradoksal. Dengan tarian ini, maka asas-asas paradoks semesta, kelaki-lakian dan keperempuanan, dihadirkan. Dewa pencipta itu sendiri dihadirkan lewat mitos dan lambang Panji. Panji adalah paradoks itu sendiri. Ia bersifat laki-laki dan perempuan, ia matahari dan bulan, ia siang dan malam, ia hidup dan mati. Waktu dan ruang paradoks ada dalam diri dewa ini.
Dalam pementasannya, tarian ini tidak hanya menggunakan properti topeng saja. namun, ada banyak perlengkapan properti lainnya yang harus dipersiapkan.
Misalnya saja seperti baju dimana baju ini harus berlengan, berdasi dan juga dilengkapi dengan peniti ukon.
Ukon adalah sebuah mata uang zaman dahulu. Tidak lupa dilengkapi pula dengan ikat pinggang yang dilengkapi dengan keris, bading, gelang serta kain batik.
Tidak hanya itu saja, perlengkapan lain yang digunakan juga seperti kain sampur, kaos kaki putih yang memiliki panjang selutut dan mungkur yang dibuat dari bahan batik lokoan.
Para penari topeng juga menggunakan properti lain seperti celana bawah lutut.
Adapun salah satu perlengkapan yang paling penting adalah kedok atau disebut dengan topeng yang dibuat dengan menggunakan bahan kayu.
Adapun topeng ini dipakai dengan cara digigit di bagian karetnya. Tidak hanya menggunakan topeng saja, namun ara penari juga menggunakan penutup kepala yang disebut dengan sobra.
Sedangkan pada saat mementaskan Tari Topeng tumenggung, maka pakaian akan ditambah dengan menggunakan tutup kepala kain ikat dan juga peci serta kacamata.
Alat Musik Pengiring
Tak hanya satu jenis alat musik saja yang mengiringi tarian ini. Ada pula perpaduan antara beberapa alat musik, membuat tarian ini lebih unik.
Penonton mudah terbawa dalam suasana pentas. Ada beberapa alat musik untuk mengiringi pementasan tarian ini, antara lain:
Ø  Satu Pangkon Saron.
Ø  Satu Pangkon Bonang.
Ø  Tiga Buah Gong yaitu Kiwul, Sabet, Telon.
Ø  Satu Pangkon Titil.
Ø  Satu Pangkon Kenong.
Ø  Seperangkat Alat Kecrek.
Ø  Satu Pangkon Jengglong.
Ø  Satu Pangkon Ketuk.
Ø  Dua Buah Kemanak.
Ø  Satu Pangkon Klenang.
Ø  Seperangkat Kendang (Kepiting, Kepyang dan Gendung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar