Makna dibalik tari topeng panji , samba dan rumyang, Tarian Panji sebagai pahlawan budaya Jawa ini,
memakai topeng atau kedok. Ini merupakan kesatuan dua konsep religi lama dan
Hindu. Topeng Panji merupaklan symbol kehadiran roh raja atau dewa yang
menjelma dalam diri raja, yang sesuai dengan mitos Panji yang selalu nyamar
selama pengembaraan mencarai kekasihnya. Begitu pula dengan Candrakirana juga
menyamar. “Samaran” ini adalah kedok atau topeng yang menyembunyikan identitas
dirinya. Mereka kadang sudah bertemu, tetapi karena menyamar, maka keduanya
tidak saling mengenal. Bahkan keduanya saling berperang (pasangan oposisi).
Seperti matahari, dan bulan, siang dan malam, sulit untuk bertemu. Tetapi
akhirnya matahari dan bulan ini bertemu juga, kawin dalam harmoni sempurna,
yakni pada waktu terang bulan. Dalam terang bulan, dunia terang benderang
seperti siang, tetapi bukan siang. Kenyataannya, terang bulan adalah perkawinan
semesta purba. Dan peristiwa ini, dalam bahasa masyarakat kerajaan Majapahit,
adalah peristiwa perkawinan panji dan Candrakirana.
Tarian topeng Panji adalah tarian untuk menghadirkan kekuatan-kekuatan semesta yang
paradoksal. Dengan tarian ini, maka asas-asas paradoks semesta, kelaki-lakian
dan keperempuanan, dihadirkan. Dewa pencipta itu sendiri dihadirkan lewat mitos
dan lambang Panji. Panji adalah paradoks itu sendiri. Ia bersifat laki-laki dan
bersifat perempuan, ia matahari dan ia bulan, ia siang dan malam, ia langit dan
tanah, ia kasar dan halus, ia nampak dan tidak nampak, ia hidup dan kematian,
ia masa lampau dan masa mendatang. Waktu dan ruang paradoks ada dalam diri Dewa
ini.
Tari topeng ini berkarakter halus.
Ditampilkan pada kesempatan pertama. Menurut mereka, Panji berasal dari kata
siji (satu, atau pertama), mapan sing siji (percaya kepada Yang Satu). Gerak
tarinya senantiasa kecil dan lembut, minimalis dan lebih banyak diam. Kata
Mutinah (dalang topeng asal Gegesik, Cirebon), menarikan topeng Panji itu kaya
wong urip tapi mati, mati tapi urip. Ungkapan tersebut adalah untuk
menjelaskan, bahwa topeng Panji itu memang tidak banyak gerak, seperti orang
yang mati tapi hidup, hidup tapi mati.
Koreografinya lebih banyak diam, dan
inilah sebagai salah satu hal yang menyebabkan tari ini kurang disukai oleh
penonton, terutama penonton awam. Tari ini diiringi oleh beberapa lagu yang
terangkai menjadi satu struktur musik yang panjang dan sulit. Lagu pokoknya
disebut Kembang Sungsang yang dilanjutkan dengan lagu lontang gede, oet-oetan,
dan pamindo deder. Bagi kebanyakan dalang topeng Cirebon, topeng Panji
menggambarkan manusia yang baru lahir. Gerakan tarinya senantiasa kecil,
lembut, dan halus, minimalis, dan lebih banyak diam. Tarian ini digambarkan
pula sebagai nafsu mutmainah, nafsu yang bersifat membimbing dan menyucikan serta
menuntun salik.
Jika melihat teksnya, tari topeng Panji
mengandung unsur kontras atau paradoks, karena antara gerak dan musiknya
berlawanan. Geraknya halus atau lembut, tetapi musiknya keras. Kekontrasan itu
digambarkan sebagai seorang yang sudah mampu mengendalikan hawa nafsu dan tidak
mudah tergoda oleh segala yang bersifat keduniawian. Ia adalah gambaran manusia
marifat, manusia insan kamil, yang tindak-tanduknya tidak akan goyah sedikit
pun ketika menghadapi berbagai macam cobaan. Dia tetap tenang dan tawakal.
Manusia marifat selalu sadar, bahwa usik-malik serta nafasnya semua tergantung
Allah. Pasrah dan ikhlas adalah ciri kehidupan orang tingkat marifat. Sedangkan
unsur paradoks sebagai gambaran Dewa Syiwa yang di dalam agama Hindu diyakini
sebagai dewa pencipta dan sekaligus juga pemusnah.
Pada zaman kerajaan Majapahit, tari topeng
Panji adalah tarian untuk menghadirkan kekuatan-kekuatan semesta yang
paradoksal. Dengan tarian ini, maka asas-asas paradoks semesta, kelaki-lakian
dan keperempuanan, dihadirkan. Dewa pencipta itu sendiri dihadirkan lewat mitos
dan lambang Panji. Panji adalah paradoks itu sendiri. Ia bersifat laki-laki dan
perempuan, ia matahari dan bulan, ia siang dan malam, ia hidup dan mati. Waktu
dan ruang paradoks ada dalam diri dewa ini.
Tari Topeng Samba
Samba berasal dari kata sambang atau saban yang artinya
setiap.Maknanya bahwa setiap waktu kita di wajibkan menjalnkan perintah-Nya .Di
duakalikan (di pindoni ) , maknanya bahwa di samping mengerjakan perintahnya
kita juga perlu mengerjakn hal-hal yang sunah.
Makna topeng Samba atau Pamindo
Samba / Pamindho menggambarkan birahi
,karena setelah memiliki sesuatu yang di inginkan kepada orang lain selalu
ingin mempertunjukan apa yang telah dimilikinya ,bahwa hal itu menjadi pula
sebagian kepentingan orang lain tari topeng samba adalah jenis tarian yang
menggambarkan sifat manusia yang masih anak anak penuh kebahagian dan
kelincahan.dalam gerakan tarianya sangat luwes,serta lucu, samba juga bersaal
kata dari saban yang artinya bahwa setiap tindakan harus melaksanakany
perintah-NYA dan mennjauhi larangaa-NYA
Kata Pamindo, di kalangan seniman topeng
Cirebon, berasal dari kata pindo, artinya kedua. Kata pindo, umumnya sangat
berkaitan dengan urutan penyajian topeng Cirebon itu sendiri, yang artinya juga
sama dengan penyajian tari bagian (babak) kedua. Akan tetapi, khusus untuk
topeng gaya Losari, tarian tersebut justru ditarikan pada bagian pertama dan
digambarkan sebagai tokoh Panji Sutrawinangun. Dalam gaya topeng Losari memang
tidak dikenal adanya tari topeng Panji secara khusus, karena topeng Panji
ditarikan dalam topeng lakonan.
Karakter tari topeng tersebut adalah genit
atau ganjen (bhs. Jw. Cirebon), sama dengan karakter tokoh Samba dalam cerita
wayang Purwa. Oleh sebab itu, tari ini juga sering disebut dengan topeng Samba.
Gerakannya gesit dan menggambarkan seseorang yang tengah beranjak dewasa,
periang, dan penuh suka cita. Itulah sebabnya, mengapa gerakan tari topeng ini
seperti kesusu (terburu-buru), mirip dengan perilaku dan kehidupan seorang anak
muda.
Dalam pertunjukan topeng gaya topeng Menor
dari daerah Jati, Cipunagara, Subang, topeng Pamindo dibagi menjadi dua bagian,
yakni Pamindo (kedok berwarna putih) dan Samba Abang (kedok berwarna merah).
Gaya penampilan seperti ini juga dimiliki oleh dalang topeng Rasinah dari
Pekandangan dan Carpan dari Cibereng, Indramayu. Di daerah lainnya, penampilan
seperti tersebut tidak ditemukan. Nama lagu pengiringnya sama dengan nama
tarinya, yakni pamindo. Di Slangit, nama lagu pengiring tari ini disebut Singa
Kawung.
edok topeng Rumyang sewanda dengan
Pamindo, namun tanpa hiasan rambut. Seperti juga kedok Pamindo, di
tengah-tengah dahinya terdapat hiasan rerengu atau rengu batuk mimi, yang
disambung dengan hiasan pilis yang melingkar di kedua sisi pipi sampai ke
bagian pipi bawah. Warna kedoknya merah jambu, namun ada juga yang
berwarna coklat muda. Karakter kedoknya sama dengan kedok Pamindo, yakni genit,
lincah, atau ganjen. Jika disejajarkan dengan karakter tokoh wayang (golek atau
kulit), kedok ini sama dengan Dipatikarna.
Raut wajahnya membersitkan keceriaan, dan
hal ini dapat dilihat dari bentuk mulutnya yang senantiasa menyiratkan
seseorang dengan senyuman manisnya. Dalam struktur pertunjukan topeng Cirebon,
kedok ini ditarikan pada bagian ketiga sebagai kelanjutan dari topeng Pamindo,
namun ada pula yang ditarikan paling akhir. Tari topeng Rumyang berasal dari
kata ramyang-ramyang yang artinya mulai terang. Tari ini menggambarkan
seseorang yang mulai dewasa dan tahu arti kehidupan. Gerakan tarinya lincah dan
riang. Kedoknya berwarna merah muda atau jingga sebagai lambing peralihan dari
masa remaja menuju masa dewasa. Iringan lagu rumyang atau kembang kapas atau buncis.
Penarinya memakai pakaian berwarna merah muda atau jingga dan memakai kain
lancar gelar. Tarian ini mempunyai makna menyucikan diri demi keselamatan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar