PROSES PEWARISAN TARI TOPENG



Pada tari Topeng Cirebon, yang dimaksud proses pewarisan keahlian adalah mewariskan kemampuan dari generasi yang lebih tua kepada yang lebih muda, proses pewarisan atau pengalihan pengetahuan ini erat hubungannya dengan praktik adat istiadat dalam konteks sebuah desa dan sesuai dengan lingkungan, adat, serta kepercayaan setempat. Secara garis besar proses pewarisan keahlian dalam tari Topeng Cirebon dibagi kedalam dua metode, yakni proses pewarisan secara tradisional dan proses pewarisan secara modern.

  • ·Proses pewarisan secara tradisional, proses pengalihan pengetahuan ini biasanya tidak dilakukan melalui pembelajaran yang spesifik, melainkan melalui pengalaman sehari-hari, pengamatan, dongeng-dongeng nenek moyang, dan sebagainya. Beberapa seniman Topeng Cirebon yang mengalami proses pembelajaran seperti itu antara lain Dasih, mimi Soedji, Ki Andet Suanda, Ki Sudjana, Ki Carpan, mimiRasinah, mimi Dewi, dan mimi Sawitri

Proses pewarisan secara tradisional biasanya dilakukan dengan cara penyampaian lisan, sang murid dalam proses tradisional ini biasanya selalu mengikuti pagelaran tari topeng yang dilakukan oleh gurunya, sehingga ia dituntut untuk mendengarkan dan melihat apa yang dilakukan gurunya diatas panggung pagelaran, pada proses ini, murid belajar dengan cara mendengarkan, melihat dan kemudian mengembangkan sendiri pola-pola gerakan tari Topengnya miliknya, dikarenakan pada proses tradisional ini murid belajar langsunhg dari gurunya dipanggung, maka dalam istilah adat Cirebon proses pembelajaran model seperti ini dikenal dengan istilahguru panggung.
Proses pewarisan keahlian dalang Tari Topeng Cirebon kepada murid atau keturunannya tidak selalu mengajarkan gerak tarian yang sama percis, menurut Ki Sujana Arja (maestro tari Topeng Cirebon gaya Slangit) pengajaran gerakan tarian Topeng ada yang sengaja dibedakan gerakannya dari guru kepada muridnya, hal ini terbukti dari adanya gaya Celeng dan gaya Cipunegara yang berasal dari keluarga yang sama yaitu Ki Kartam (maestro tari Topeng Cirebon gaya Celeng) dan Ki Panggah (maestro tari Topeng Cirebon gaya Cipunegara) yang merupakan kakak – adik.

  • Proses pewarisan secara modern, proses pengalihan pengetahuan ini biasanya dilakukan di sanggar-sanggar tari milik para dalang Topeng Cirebon, murid tidak hanya mendengarkan dan melihat gurunya mementaskan tari Topeng Cirebon saja, tetapi juga diajarkan pola-pola gerakan yang didapat gurunya secara turun temurun mulai dari kuda-kuda, gerakan tangan, tatapan wajah dan lainnya, sehingga pada proses ini bisanya memunculkan pola gerakan yang kurang lebih sama antara murid yang satu dengan yang lain di dalam satu sanggar tari.

Pada era sebelum tahun 70-an, menurut Ki Waryo (maestro tari Topeng Cirebon gaya Palimanan) terdapat juga topeng-topeng lainnya yang menjadi pelengkap babak dalam pagelaran tari Topeng Cirebon, mereka adalah
·         Tembem, Patrajaya, Prasanta, Sabdapalon.
·         Pentul, Sadugawe, Nayagenggong/Gareng.
·         Sentingpraya bapaknya Jinggananom (dipercaya sebagai tokoh berdarah Tionghoa).
·         Ngabehi Subakrama ayah Tumenggung Magangdiraja.

Pada era sekitar tahun 60-70-an topeng-topeng pelengkap seperti Sentingpraya masih dipentaskan pada pagelaran dinaan (bahasa Indonesia: pagelaran siang) tari Topeng Cirebon, pada periode tersebut menurut Ki Waryo, babak tumenggung Mangangdiraja melawan Jinggananom akan diteruskan adegannya dengan mementaskan adegan Aki-aki perangan dimana tokohnya adalah Sentingpraya, ayah dari Jinggananom, dikarenakan Sentingpraya diwujudkan sebagai seorang tokoh berdarah Tionghoa, maka pada pagelaran tari Topeng Cirebon Sentingpraya disebut juga dengan nama Babah Sentingpraya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar