SEJARAH TARI TOPENG

Topeng adalah sebuah karya seni yang tercipta sebagai perwujudan atau ekspresi tentang konsep batin yang berhubungan dengan wajah. Kesenian tari topeng asli dari Cirebon yang dalam prakteknya menggunakan properti topeng atau kedok.
 Tarian ini terkadang dimainkan oleh satu orang dan terkadang juga dibawakn oleh beberapa orang. Ada juga kekhasan dalam menari topeng adalah pada saat gerakan tangan dan tubuh yang sangat gemulai, dan diiringi dengan musik yang di dominasi oleh kendang, ada juga keunikan lainnya adalah adanya proses pewarisan keahlian dari generasi tua kepada generasi yang lebih muda.


 Kita masuk ke dalam sejarah Tari Topeng, Pada Zaman Dhulu jauh sebelum keberadaan tari topeng di Cirebon, tarian sejenis telah tumbuh dan berkembang  di Jawa Timur sejak abad ke 10-16 Masehi. Pada masa Kerajaan Jenggala berkuasa dibawah pemerintahan Prabu Amiluhur atau Prabu Panji Dewa, tarian ini masuk ke Cirebon melalui seniman jalanan. Tari  topeng kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian setempat sehingga melahirkan sebuah kesenian topeng yang khas. Selanjutnya, dengan mengingat Cirebon adalah salah satu pintu untuk masuk dalam tersebarnya Agama Islam di Tanah Jawa, hal ini dapat berdampak pula pada perkembangan Seni Tradisi yang telah ada pada sebelumnya. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang menjadi tokoh sentralnya pada masa tahun 1470 hingga menjadikan wilayah Cirebon sebagai pusat penyebaran Islam, dalam upaya untuk menyebarkan Agama Baru tersebut  Sunan Gunung Jati pun bekerja sama dengan Sunan Kalijaga. Pada masa sekarang terdapat dua cengkok (gaya) dalam pementasan tari topeng, yaitu cengkok arjawinangun (slangit) dan cengkok losari (astanalanggar) dalam buku yang berjudul “Cirebon falsafah, tradisi dan adat budaya” sehingga buku ini diwariskan kepada tokoh-tokoh seniman.


Keduannya sangat memfungsikan Tari Topeng yang sudah ada sebagai bagian dari upaya penyebaran Agama Islam sekaligus sebagai tontonan di lingkungan Keraton adalah sumber budaya dan sumbernya para guru, akan tetapi pada saat itu di dalam keraton sendiri kurang menggembirakan sehingga apabila keraton memerlukan penari topeng dengan terpaksa mengambil dari desa-desa. Pada waktu yang lama di keraton tidak lagi mempunyai Penari, Nayaga, Dalang, Pengukir, Penyungging yang langsung keturunan keraton. Baru setelah pemerintah dapat mengalahkan budaya daerah, maka pihak kraton mulai banyak yang belajar menari topeng, memukul gamelan, dan seni yang lainnya. Secara filosofis tari topeng Cirebon adalah symbol penciptaan semesta yang berdasarkan sisitem kepercayaan pada masa purba dan Hindu-Budha-Majapahit. Dalam kepercayaan itu adalah emanasi yang tidak membedakan pencipta dan ciptaannya, tari topeng Cirebon adalah tarian ritual yang amat sangat sakral, dalam kitab-kitab lama disebutkan bahwa Raja menarikan Panji dalam ruang yang terbatas dan disaksikan oleh saudara-saudara perempuannya. Selain tarian tari topeng masih banyak kesenian lainnya. Pada saat itu terjadilah serangan oleh Pangeran Welang yang berasal dari Karawang, pangeran ini sangat sakti karena memiliki sebuah pusaka pedang Curug Sewu. Ketika melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa untuk menandinginya meskipun beliau dibantu oleh temannya yang bernama Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Dalam keadaan yang kritis maka diputuskan bahwa dalam menghadapi musuh sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang tersebut dengan cara diplomasi kesenian. Berawal dari keputusan itulah kemudian mereka membentuk kelompok tari, dengan seseorang yang bernama Nyi Mas Gandasari sebagai penarinya. Mulailah tim kesenian ini mengadakan pertunjukan ke setiap tempat seperti ngamen, Setelah kesenian itu terkenal sehingga pangeran welang pun tertarik dan penasaran untuk menontonnya dan akhirnya Pangeran Welang jatuh cinta pada pada Nyi Mas Gandasari dan pada saat pangeran welang melamar nyi mas gandasari meminta untuk menyerahkan pedang Curug Sewu itu sebagai pertanda cintanya kepada penari tersebut. Bersamaan dengan penyerahan pedang itu akhirnya Pangeran Welang kehilangan kesaktiannya dan kemudian menyerah pada Sunan Gunung Jati dan memohon untuk tidak dibunuh Sunan Gunung Jati memberi ampun dengan syarat Pangeran Welang harus memeluk Agama Islam Pangeran Welang dijadikan sebagai petugas pemungut cukai dan Pangeran Welang pun berjanji akan menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati yang ditandai dengan bergantinya nama Pangeran Welang tersebut menjadi Pangeran Graksan. Sedangkan para pengikut Panferan Welang yang tidak mau memeluk Agama Islam tetapi ingin tinggal di Cirebon, oleh Sunan Gunung Jati diperintahkan untuk menjaga keraton-keraton yang ada di Cirebon tersebut. Sehingga seiring dengan berjalannya waktu, kesenian tari topeng ini bisa lebih dikenal dengan nama Tari Topeng Cirebon, dalam perkembangannya tari topeng ini memiliki bentuk dan penyajian yang spesifik. Dalam tarian ini biasanya sang penari berganti topeng hingga 3 kali secara simultan, yaitu topeng dengan warna putih, kemudian dengan warna biru dan ditutup dengan warna merah.


Uniknya, dalam tiap warna topeng tersebut yang dikenakan, gamelan yang ditabuh pun harus semakin keras sebagai perlambang dari karakter tokoh yang diperankan. Tarian ini diawali dengan formasi membungkung, dalam formasi ini dapat melambangkan penghormatan kepada para penonton dan sekaligus pertanda bahwa tarian akan segera dimulai. Pada saat sedang menari kaki mereka digerakkan melangkah maju dan mundur yang diiringi dengan rentangan tangan dan senyuman kepada para penontonnya, kemudian gerakkan tersebut dilanjutkan dengan membelakangi para penonton dengan menggoyangkan pinggul penari untuk memakaikan topeng yang berwarna putih, topeng ini disimbolkan bahwa pertunjukkan pendahuluan sudah dimulai. Setelah itu para penari berputar-putar menggerakkan tubuhnya, kemudian para penari berbalik arah dan membelakangi para penonton sambil mengganti topeng dari yang berwarna putih deangan topeng yang berwarna biru. Proses selanjutnya serupa yang dilakukan dengan penari berganti topeng yang berwarna merah. Uniknya, seiring dengan bergantian topeng tersebut alunan music yang mengiringinya maupun gerak sang penari juga semakin keras. Puncak alunan music paling keras terjadi ketika topeng yang berwarna merah dipakaikan kepada para penari itu, setiap pergantian topeng itru menunjukkan karakter tokoh yang dimainkan, misalkan warna putih ini melambangkan tokoh yang mempunyai karakter lembut, baik, dan alim, sedangkan yang berwarna biru warna yang menggambarkan karakter sangat lincah dan anggun, dan yang terakhir topeng yang berwarna merah ini menggambarkan karakter yang berangasan ( temperamental ) dan tidak sabaran sekali. Dalam berbusana para penari yang dikenakan biasanya selalu memiliki unsur yang berwarna kuning, warna hijau, dan warna merah yang terdiri dari toka-toka, apok, kebaya, sinjang, dan ampreng. Semoga kesenian ini terus dikenal dan tidak akan hilang oleh generasi-generasi selanjutnya, sehingga di daerah Cirebon banyak yang membuat sanggar-sanggar supaya anak-anak generasi sekarang dapat belajar tari topeng, kemudian mereka juga senang dalam melakukan tarian ini dan tari topeng ini masih berkembang dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar